Hari ini (27/7) menjadi hari pertama masuk sekolah bagi siswa baru, atau siswa yang naik kelas pasca libur panjang. Mengantar sekolah, menjadi trending topik pagi ini di jejaring sosial. Apalagi dukungan dari MenPan RI, Yudi Chrisnandi, agar para ASN menyempatkan waktu untuk mengantarkan anaknya ke sekolah. Tujuan Aparatur Sipil Negara diberi kelonggaran untuk mengantar anak ke sekolah adalah sebagai upaya peningkatan budi pekerti anak, membangun kepercayaan diri anak, serta sebagai bentuk komitmen dukungan orang tua kepada anaknya. Langkah tersebut bersinergi dengan kebijakan Mendikbud RI, Anies R. Baswedan (26/7).
Tentu kebijakan tersebut cukup apresiatif. Meski komentar pro kontra pun mengiringi. Bagi sebagian kalangan, utamanya mereka yang tinggal di pedesaan atau kota kecil, mengantar sekolah anak di hari pertama adalah sesuatu yang jamak dilakukan. Menjadi sesuatu yang ‘aneh’ jika himbauan itu baru digembar-gemborkan. Apalagi bagi para ASN (baca: PNS). Tanpa dihimbau pun mereka akan dengan riang gembira tuk mengantar anak sekolah. Bukan di hari pertama saja lho.
Sementara bagi yang pro, melihat himbauan tersebut dari sisi positif. Dimana membangun komitmen berpindidikan antara orang tua dan anak saat ini mulai terlihat luntur. ‘Membangun kembali’ kejamakan tersebut akan menjadi salah satu sarana untuk mengakrabkan kembali hubungan dari sisi psikologis. Ada tanggung jawab antara anak dan orang tua untuk saling berbagi peran dalam membangun karakter ‘baik’ anak. Dimana karakter baik tidak bisa tumbuh begitu saja tanpa perhatian orang tua.
Bermunculannya sekolah penuh hari (full day) semakin menambah hegemoni bahwa sekolah adalah rumah ke-2 bagi anak. Hal tersebut tak dapat dipungkiri, sebab (mungkin) 1/3 waktu anak akan tersita di sekolah. Bahkan bisa lebih jika diperhitungkan dengan waktu tempuh antara rumah ke sekolah. Belum lagi bagi mereka yang memberikan kepercayaan penuh kepada pondok pesantren untuk membelajarkan putra-putrinya. Sebagaimana pengalaman penulis yang semua anaknya masuk ke ma’had (ponpes) sejak usia sekolah dasar.
Hari pertama sekolah, terutama bagi anak yang menjadi siswa baru di sebuah sekolah akan menjadi awal yang cukup penting. Kesan pertama akan membekas. Bahkan akan berpengaruh terhadap perjalanan selanjutnya di sekolah tersebut. Sebab pada beberapa kasus, anak menjadi tidak nyaman di sekolahnya, sebab sekolah tersebut bukanlah pilihan si anak. Orang tua tidak mampu mengkomunikasikan alasan rasional atas pilihan sekolah tersebut kepada anak.
Seburuk apapun pendapat masyarakat tentang sekolah tempat pembelajaran anak kita, kita yakinkan bahwa sekolah tersebut yang terbaik untuk anak kita. Optimisme harus kita bangun untuk menyadarkan anak bahwa sekolah hanyalah sarana untuk mencerdaskan pikir dan batin. Kunci utama adalah kemauan anak untuk berusaha terus belajar. Menunjukkan kebanggaan saat mengantar anak, akan menambah rasa percaya diri anak untuk mengarungi pendidikan di sekolah tersebut. Satu lagi, doa. Dengan doa, segala daya upaya yang kita bangun akan lebih terasa berenergi.
Nah, 4 ilustrasi di atas adalah gambaran hal-hal yang positif. Mengantar anak ke sekolah di hari pertamanya akan menumbuhkan hal-hal positif tersebut. Jika toh, Anda sudah melakukannya, yuk tularkan kebiasaan baik Anda tersebut kepada saudara, teman atau handai taulan. Jika pun Anda tak mampu melakukannya, berikan alasan yang rasional kepada anak. Mengapa diantarkan oleh saudara, orang lain, atau bahkan harus berangkat sendiri.
—Selamat malam. Semangat pagi.—
Memang di perlu kan mengantarakan anak sekolah di hari pertama, keterlibatan orang tua akan mendukung emosional anak.
Sip 🙂
Sepakat Pak! Kalau komunikasi ortu, guru, dan siswa baik harusnya sih ga masalah ya. Anakku blm jd sekolah tahun ini kayaknya.
Kadang ortu cemas, si anak malah begitu riang gembira. 🙂
anakku dua-duanya tipe mandiri , jadi saat diantar petama sekolah sih enjoy aja malah ibunya dicuekin… akhirnya ibunya pulang saja ah….
Semua anak saya belum mengenal acara yang seperti itu, Mbak. Mereka sekolahnya di pesantren. Jadi terlihat adem ayem saja. 🙂