Islam Agamaku, Al-Qur’an Petunjuk Hidupku


Karena cinta kami pada Al-Qur'an, maka kami menghafalkannya. (Foto kolpri)
Karena cinta kami pada Al-Qur’an, maka kami menghafalkannya. (Foto kolpri)

Alif laam miin (1) Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa(2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (3) Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat(4). Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (5)  — QS. Al-Baqoroh (1): 1-5

Imam Mujahid berkata : pada pendahuluan surat Al-Baqoroh terdapat 4 ayat tentang sifat orang-orang beriman, dua ayat tentang sifat orang kafir, dan 13 ayat tentang sifat orang munafiq. Sungguh Alloh Ta’ala telah menunjukkan jalan bagi orang-orang yang beriman. Yaitu mereka yang selalu menjalankan perintah-perintahNya serta menjauhi segala larangan-laranganNya.

Sungguh luar biasa petunjuk Alloh Ta’ala bagi ummatnya yang menghendaki jalan kebenaran. Namun seiring itu pula, ada perjuangan yang luar biasa juga dari bala tentara iblis untuk mengajak manusia menuju jalan kesesatan. Jalan yang mereka pilih saat mereka dilaknat Alloh bahwa mereka akan menyesatkan keturunan kaum Adam sampai kiamat nanti sebagaimana termaktub dalam QS. Al-A’raaf (7):14-17 yang artinya:

Iblis menjawab, Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan. Allah berfirman: Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh. Iblis menjawab: Karena Engkau menghukum aku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).

Al-Qur’an Petunjuk Jalan Kebenaran

Tahukah sahabat, jika kita dalam suatu perjalanan ke suatu tempat yang belum kita kenal, apakah yang akan kita lakukan? Pastilah sahabat akan melihat atau mencari rambu-rambu petunjuk arah menuju tempat tersebut. Baik secara manual dengan rambu yang dipasang oleh petugas atau melalui GPS. Hal itu kita lakukan agar tidak tersesat tentunya.

Demikian juga dengan jalan hidup. Pasti kita akan mencari petunjuk jalan yang benar. Agar hidup kita selamat di dunia dan selamat juga di akhirat. Tentu ini hanya berlaku bagi orang-orang yang berakal dan meyakini akan adanya hari akhir. Sebab hanya orang berakal dan meyakini akan adanya hari akhir serta hari pembalasan saja yang berusaha untuk mencari jalan yang benar agar sampai di sana dengan selamat.

Bagi siapa yang memiliki sifat-sifat orang yang beriman, maka Al-Quran menjadi petunjuk baginya. Al-Qur’an juga sebagai imam (pembimbingnya) dalam setiap kerja dan kondisi, tidak membangkang dari jalannya. Dengan demikian terjamin dirinya keselamatan di akhirat, kebahagiaan dan ketenangan di dunia. Al-Qur’an memberikan petunjuk bagaimana berperilaku kehidupan di dunia secara lengkap. Mulai dari ibadah mahdhoh hingga ghoiruu mahdhoh.

Sebagaimana kita ketahui bahwa hidup kita hanyalah untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala, sebagaimana firmanNya dalam QS. Ad-Dzaariat (51):56 yang artinya:

Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu.

Sebagaimana telah saya sebutkan sebelumnya, bahwa ibadah dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh. Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang secara khusus kita sembahkan hanya untuk Alloh Ta’ala dengan 4 rambu prinsip yaitu:

  1. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
  2. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus Rosul oleh Alloh Ta’ala adalah untuk memberi contoh. Sehingga ibadah khusus yang tak sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Rosululloh dengan sendirinya akan tertolak.
  3. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh masuk akal atau tidak, melainkan ditentukan oleh syari’at yang telah mengatur tata cara peribadatan itu. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat (hukum) dan rukun (tata cara) yang ketat.
  4. Azas ‘taat mutlak’ yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan tanpa syarat.

Sedangkan ibadah ghoiruu mahdhoh adalah ibadah yang disamping sebagai hubungan  hamba dengan Alloh Ta’ala  juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Ini juga diatur dengan 4 rambu prinsip yaitu:

  1. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
  2. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
  3. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
  4. Azasnya adalah ‘manfaat’, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Begitulah Al-Qur’an memberikan rambu-rambu kehidupan bagi kita. Dimana rambu-rambu yang kurang jelas, pasti akan dijelaskan melalui hadis-hadis yang merupakan contoh perbuatan yang dilakukan oleh Rosululloh. Satu lagi yang patut diperhatikan, bahwa Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup yang benar, dijaga kemurniannya oleh Alloh sampai akhir zaman. Hal ini termaktub dalam firmaNya dalam QS. Al-Hijr(15):9 yang artinya:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

Menghafal Al-Qur’an sebagai Wujud Rasa Cinta Terhadap Agama Islam

Sejarah Al-Qur’an yang begitu panjang sejak diturunkan oleh Alloh Ta’ala kepada Muhammad saw sebagai wahyu kenabian dan kerosulan. Kemudian dihafal oleh Rosullulloh dan dihafal juga oleh para sahabat sekaligus dicatat oleh mereka. Semata-mata ini adalah untuk menjaga ilmu sekaligus kemurnian Al-Qur’an, sebagaimana firman Alloh dal QS. Al-Qiyamah (75):17 yang artinya:

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.

Begitu mulianya para penghafal Al-Qur’an, sehingga saat 70 orang hafidz gugur dalam perang Yamamah, membuat Khalifah Abu Bakar as-Shidiq segera memerintahkan untuk menuliskan kembali Al-Qur’an dalam satu mushaf. Maka diperintahkanlah Zaid bin Tsabit untuk memimpin penyusunan Al-Qur’an.

Di pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, terjadilah beberapa perselisihan terhadap cara baca Al-Qur’an sehingga sang khalifah pun kembali menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai penyusun yang menambahkan khat dan harokat (tanda baca) dalam Al-Qur’an yang kita pakai sampai sekarang. Inilah yang selanjutnya disebut sebagai mushshaf Ustmaniy.

Maka sungguh mulialah hidup para penghafal Al-Qur’an yang hidup di atas jalan fii-sabilillah. Menjaga hafalan dan mengamalkan serta berbagi ilmu untuk saudaranya yang lain. Ini juga merupakan tanggung jawab dari setiap muslim. Agar selalu berupaya untuk memperbanyak hafalannya serta memahamkan makna dan mengaplikasikan dalam hidup sehari-hari. Sebagaimana kami mengajarkan pada keluarga kecil kami.

Sejak anak-anak kami dalam kandungan umminya, kami sudah mengajarkannya untuk menghafalkan Al-Qur’an. Sehingga saat mereka sudah mulai bisa bicara, dengan mudah juga mereka melafalkan kalamullah. Selanjutnya kami simak secara berulang-ulang (muroja’ah) setiap ba’da sholat Shubuh dan Maghrib. Kami lakukan ini dengan istiqomah, sesibuk dan serepot apapun.

Alhamdulillah, dengan cara sederhana ini, ketiga putera-puteri kami dapat menjadi hafidz dan hafidzah. Dengan cara sederhana itu pula, kami mengajarkan cara mencintai agama Islam secara perlahan-lahan. Ditambah dengan ‘katakan tidak untuk televisi’ sebab begitu banyak kerugian yang disebabkan olehnya. Kemajuan teknologi informasi harus mampu kita saring dengan sebijak mungkin. Kecanggihan hasil teknologi harus kita upayakan untuk meningkatkan usaha mempertebal iman. Bukan malah sebaliknya.

Bagaimana kita dapat meyakini dan mencintai Islam, jika untuk mempelajari atau menghafal Al-Qur’an saja kita malas? Sebab sebagaimana dicontohkan oleh Rosululloh, para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, akan menjadi seorang muslim yang tangguh saat dada mereka dipenuhi oleh bacaan Al-Qur’an. Perilaku dan tata cara berkehidupan mereka selalu berusaha untuk menjabarkan isi Al-Qur’an.

Semoga kita pun menjadi generasi yang mampu mencontoh gaya hidup mereka. Gaya hidup mukmin sejati. Gaya hidup para pecinta Al-Qur’an.

[“Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway I Love Islam.”]

Sumber referensi:

  1. Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali.
  2. http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/
  3. http://alfanarku.wordpress.com/2011/10/22/jaminan-allah-atas-kemurnian-al-qur’an/
  4. http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2012/09/12/20062/aku-memilih-islam-karena/#sthash.ioV0IWxI.dpbs

18 respons untuk ‘Islam Agamaku, Al-Qur’an Petunjuk Hidupku

  1. Al-Qur’an memang suatu ajaran tiada tanding lagi tiada bandingannya, sebab ialah ajaran Allah, bagi manusia yang ingin berpandangan hidup dan bersikap hidup yang hanif di dunia ini, haruslah berdasar pada ilmu Allah tersebut.

Tinggalkan Balasan ke Taufiq Firdaus A A Batalkan balasan