Puasa Asyura Yuk…


Ana, anakku.
Ana, anakku.

“Assalamu’alaikum, Abi. Tadi aku pulang diantar ustazah!” Suara yang begitu saya kenal tiba-tiba menyapaku dari belakang.

“Lho, bukannya besok baru dijemput?” Tanyaku agak keheranan.

“Kan puasa Tasu’ah sudah boleh pulang ke rumah. Nah, hari ini kan sudah puasa Tasu’a,” jawabnya merajuk.

“Oh, begitu ya. Maafkan abi ya. Rencananya baru malam nanti baru abi jemput.”

Demikianlah percakapan kami berlangsung. Ana, putri bungsu kami kini sudah 11 tahun. Kelas 5 di sebuah pondok pesantren. Alhamdulillah, meski belum baligh, kebiasaan puasa sunnah sudah terbiasa dilakukan. Apalagi untuk puasa Ramadan.

Kami tak pernah memaksa, tapi semua anak-anak kami sudah mulai berlatih puasa penuh sejak usia 5 tahun. Tidak tega sebenarnya. Namun mereka sendiri lah yang berkeras untuk ikut puasa ‘penuh’. Sehingga saat mereka menyerah di injury time, pas Asar biasanya, kami pun menyila mereka untuk berbuka secukupnya. Kemudian ‘melanjutkan’ puasa sampai saat berbuka di waktu Maghrib.

Ana, gadis kecil cantik saya ini sekarang sudah hafal 14 juz Al-Qur’an. Meski tak ‘secepat’ kakak-kakaknya, tapi kami tetap bersyukur. Di tengah-tengah pelajaran pondok dan sekolah yang berjibun, masih dimudahkan Allah Azza wa Jalla untuk menghafal. Kami berharap dan berdoa, semoga dengan hafalannya tersebut mampu menjaga diri dan keluarganya di dunia dan akhirat.

Balik ke puasa sunnah tadi ya. Sebagaimana Rasulullah telah mencontohkan, bahwa puasa di tanggal 9 dan 10 Muharram akan memperoleh banyak keutamaan.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura, beliau menjawab, “Menghapuskan dosa setahun yang lalu”. Ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya) Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan”, maksudnya berpuasa pula pada hari ‘Asyura.” [Syahr Riyadus Salihin oleh Syaikh Ibnul Utsaimin]

Nah, mungkin kita sudah cukup mengenal atau bahkan rutin melaksanakan puasa Asyura. Tapi untuk puasa Tasu’a seringkali kurang dikenal. Bagi yang terbiasa untuk puasa sunnah Senin-Kamis, ‘paket’ 2 hari puasa di bulan Muharram ini tentu sudah tidak asing lagi bukan?

Apa tidak boleh puasa di tanggal 10 Muharram saja? Jawabnya tentu, boleh saja. Mengapa tidak? Namun akan lebih afdal lagi jika kita lakukan puasa sunnah sehari sebelumnya juga, yaitu tanggal 9 Muharram. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah untuk menyelisihi puasanya kaum Yahudi yang berpuasa juga di tanggal 10 Muharram tersebut.

Dahulu, orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas dikalahkannya Fir’aun oleh Nabi Musa alaihissalam. Kemenangan agung yang diberikan Allah Ta’ala bagi kaum Yahudi atas kezaliman yang selama ini mereka rasakan. Ditenggelamkannya Fir’aun di sungai Nil menjadi kebangkitan umat Yahudi saat itu.

Namun di kemudian hari, ternyata kaum Yahudi ini ingkar kepada Musa, Isa, bahkan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, agar menyelisihi kebiasaan kaum Yahudi yang sudah kufur nikmat tersebut, Rasulullah memerintahkan juga untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram.

Demikian sekelumit alasan, mengapa kita dianjurkan untuk berpuasa Asyura dan Tasu’a. Hari Kamis ini (22/10) adalah saat kita untuk berpuasa Tasu’a. Besok Jumat, kita lanjutkan dengan puasa Asyura. Yang belum melakukan, kita belajar yuk! Semoga Allah memudahkan.

4 respons untuk ‘Puasa Asyura Yuk…

Tinggalkan komentar