Berprasangka Buruk Itu Perlu


Pohon mangga belakang rumah yg buahnya tinggal satu dua. (dok. pribadi)
Pohon mangga belakang rumah yg buahnya tinggal satu dua. (dok. pribadi)

Selepas salat jamaah Subuh, seperti biasanya saya sempatkan untuk berdiskusi sebentar dengan jamaah lain. Saling menanyakan kabar, atau sekedar berbagi info yang bermanfaat. Pagi ini sebuah kabar dari istri salah seorang jamaah yang akan melaksanakan operasi kista. Rupanya ibu-ibu sudah menyambangi beliau di rumah sakit kemarin malam. Semoga Allah mengangkat penyakitnya. Penyakit yang tak akan ditimpakan lagi kepada beliau.

Kemudian saya lanjutkan lagi agenda jalan-jalan dan lari-lari kecil di lapangan belakang rumah. Lumayan lah. Selain sehat, siapa tahu memperoleh uang recehan di sela-sela rumput yang telah mengering. Ah, asli ini memang pengalaman pribadi. Tidak satu atau dua kali. Tapi lebih. Lumayan, untuk menambah modal sedekah pagi.

Sedekah pagi ini kami rutinkan sebagai agenda wajib harian. Bisa berupa apa saja. Memberi uang, memberi makanan, membantu untuk membersihkan selokan kampung, membersihkan musala, atau membersihkan masjid. Sedekah tak selalu harus dengan uang bukan? Sebab tak sekali dua kali juga, kami tak punya uang. Benar-benar tak punya uang. Bukan karena uang disimpan di bank atau didepositokan.

Dan pagi ini, saya tertegun saat memandangi 2 pohon di belakang rumah. Hampir tandas tanpa buah. Padahal baru kemarin saya pesan ke langganan saya untuk membuatkan galah bambu. Maklumlah, galah bambu yang lama sudah lapuk dan hampir patah di tengah.

“SubhanAllah…,” batin saya menyebut asmaNya.

“Ya, Allah. Kasihan anak-anak saya,” saya pun lirih mengeluh.

3 hari kami tinggal, 3 hari itu pula mungkin banyak yang menari riang. Entah kelelawar, entah angin, entah manusia. Anak-anak kami yang di pesantren harus bersiap menerima kabar bahwa mereka kurang beruntung. Banyak buah yang ‘menguap’ entah ke mana. Sebab kami orang tuanya tak menyewa tenaga keamanan khusus untuk menjaga pohon-pohon mangga kami. Hi…hi…hi…

“Maafkan, saya kali ini Ya Allah. Saya berburuk sangka kepada mereka,” lirih saya berucap.

Meski bukan peristiwa yang pertama, tapi tetap saja saya kaget. Manusiawi kan? Saya bukan malaikat yang tak punya rasa kaget. Atau iblis yang biasa mengagetkan manusia. Tsumma ‘auzubillah.

Buah pesanan anak-anak saya, sudah hampir tandas. Tinggal yang kecil atau yang muda tersisa. Alhamdulillah, mungkin dengan jalan ini memaksa saya untuk bersedekah.

Prasangka Buruk

Nah, katanya berprasangka buruk itu salah ya? Eitss…nanti dulu.

Bagi saya, kondisi seperti saat ini penting juga kok untuk berprasangka buruk. Berprasangka buruk kepada diri kita sendiri tentunya. Sebab seringkali kita berprasangka buruk kepada orang lain, karena kita gagal untuk berprasangka buruk kepada diri kita sendiri. Bingung?

Betapa sering kita membaca cerita buruk, keluhan-keluhan, atau hujatan-hujatan di media sosial. Tak lain dan tak bukan, sadar atau tidak sadar, karena kemampuan yang lemah dari diri kita untuk menerima kenyataan buruk. Siapa sih yang mau susah? Siapa sih yang mau sedih? Tak ada bukan?

Prasangka buruk kepada diri sendiri ini adalah mekanisme alami yang bisa kita seting. Mengubah mindset bahwa diri ini bukanlah malaikat. Yang selalu benar dan yang selalu baik. Pasti banyak kekurangan di dalam diri kita. Sehingga saat kita melihat kondisi yang kurang baik di sekitar kita, sontak kita bereaksi negatif. Spontanitas pikiran akibat kita seolah melihat bayangan diri kita bercermin. Masih bingung juga?

Sederhananya begini. Kita tak punya uang sama sekali. Lalu kita berhutang pada teman atau saudara kita. Konyolnya, tak seorang pun mau menghutangi kita. Salahkah mereka? Kita tentu berharap bahwa salah satu diantara mereka akan memberi hutang kepada kita. Tapi kenyataannya adalah zonk.

Maka bersegeralah untuk berprasangka buruk kepada diri sendiri. Mungkin kita kurang giat dalam bekerja. Mungkin kita kurang dalam bersedekah. Mungkin kita terlalu pelit. Mungkin kita malas-malasan untuk salat, apalagi berdoa. Banyak kemungkinan yang menyebabkan orang lain tak mau menghutangi kita.

Berprasangka buruk akan membuat hati kita menjadi lapang. Pikiran pun akan tetap jernih, untuk melakukan upaya lain agar kita dapat memperoleh uang yang kita butuhkan. Menjadi jelas bukan?

Bagi Anda yang suka mengeluh, saling sindir, atau saling hujat di medsos, coba terapi pikir saya ini yuk. Berprasangka buruk pada diri sendiri. Muhasabah sekaligus sarana untuk mentertawakan kekurangan diri sendiri. Sambil tetap berpikir seperti sebuah judul lagu: Badai Pasti Berlalu.

.

#SelamatPagi #SmangatPagi

4 respons untuk ‘Berprasangka Buruk Itu Perlu

  1. assalamu Alaikum wr wb-, Saya Ingin Berbagi cerita kepada Anda,
    Bahwa dulunya Saya hanya Seorang tenaga Honorer di Sekolah Dasar.
    Sudah 12 Tahun Saya Jadi Tenaga honorer Belum diangkat Jadi PNS,
    Bahkan Saya Sudah berkali2 mengikuti Ujian,
    Dan membayar 40jt namun hasilnya nol Uang pun tidak Kembali,
    bahkan Saya Sempat putus asa,Namun Teman Saya memberikan
    no tlp Bpk.Drs SUKARDI M.Si Selaku petinggi di BKN Pusat
    Yang di Kenalnya selaku kepala DIT Pengadaan CPNS.
    Saya pun coba menghubungi beliau Dan beliau menyuruh Saya mengirim
    Berkas Saya melalui Email, Alhamdulillah No Nip Dan SK Saya Akhirnya Keluar.
    Allhamdulillah tentunya sy pun Sangat Gembira sekali,
    Jadi apapun keadaan Anda skarang Jangan Pernah putus asa Dan Terus berusaha,
    kalau Sudah Waktunya tuhan pasti kasih jalan,Ini Adalah kisah Nyata Dari Saya
    Untuk hasil ini Saya ucapkan terimakasih kepada.1. ALLAH SWT;
    Karena KepadaNya kita meminta Dan memohon. 2. Terimakasih untuk khususnya
    Bpk. Drs SUKARDI M.Si Di BKN PUSAT, Dan Dialah Yang membantu Kelulusan saya,
    Alhamdulillah SK Saya Tahun ini Bisa keluar. Teman Teman yg ingin seperti Saya
    silahkan Anda Hubungi Direktorat Pengadaan CPNS,Drs SUKARDI
    No Tlp; 0853 3905 2666 , Siapa tau beliau Masih mau membantu

  2. Sholat subuh berjamaah, lalu berinteraksi dengan warga sekitar, dan lalu sedekah dengan banyak cara. Ini kegiatan perlu dicontoh.
    Saya kalo sholat subuh berjamaah paling abis sholat salam-salaman antar jamaah. Sebagai pendatang, saya tak kenal nama mereka, tapi tau wajah. Mungkin perlu untuk berkenalan diwaktu pagi itu. Iya, gampangnya kita berprasangka buruk terhadap orang lain, seolah diri sendiri benar saja. Dapat pelajaran abis baca ini. Posting bagus.

Tinggalkan komentar