Ku rasa ini semakin mengangguku. Tak tahu lagi aku harus pindah ke mana. Mencoba masuk ke dalam almari pun dia masih mengikutiku. Seolah mimpi buruk yang menjadi nyata.
“Ada apa sih kamu, Lin?” tatapan bingung Winda tak begitu aku hirau.
“Coba deh kamu duduk dulu,” masih saja dia mencoba menenangkan. Tapi kata-kata itu makin menambah kebingunganku. Aku sudah tak lagi sanggup untuk menghirupnya. Baunya begitu pekat menyesakkan dadaku.
“Winda, aku mencoba diam. Cobalah kali ini kamu yang diam. Jangan lagi menambah sesak napasku!” Kali ini aku bicara setengah berteriak.
“Justru kata-katamu yang membumbung itu mengejar ketenanganku.”
Sesaat kemudian, kami terdiam.
aku nggak paham 😐
btw, yang betul napas ya, BUKAN nafas. 🙂
Eh iya, sudah tipo ya. Terima kasih.
Coba baca lagi, biar tak gagal paham. 🙂
gigit kuku. mmm… ga paham.
🙂
iya… aq juga sesak di sini…
Eh, kok ikutan sesak juga, Mbak? 🙂