Sabdatama, Sebuah Titah Tak Terbantahkan


Ngarsa Dalem menyampaikan Sabdatama di Bangsal Kencana Keraton Ngayogyakarta (6/3).
Ngarsa Dalem menyampaikan Sabdatama di Bangsal Kencana Keraton Ngayogyakarta (6/3).

Untuk yang ke-dua kali dalam waktu yang pendek, Sri Sultan Hamengkubuwana X mengeluarkan Sabdatama (6/3). Sabdatama adalah pernyataan raja yang disampaikan kepada rakyatnya. Pernyataan raja ini biasanya erat kaitannya dengan isu-isu krusial yang berkembang di tatanan masyarakat. Bahkan isu-isu yang menyangkut kepentingan politis ‘Dalem’ itulah yang seringkali menjadi pemicunya.

Sabdatama tersebut berisikan delapan butir perintah dan berbunyi:

Mangertiya, ingsun uga netepi pranatan, paugeran lan janjiku marang Gusti Allah, Gusti Agung kang kuasa lan cipta uga marang leluhur kabeh. Mulo ingsun paring dhawuh yaiku:
(Mengertilah, aku juga mematuhi aturan, tata krama, dan janji terhadap Tuhan yang Mahakuasa, serta menghormati para leluhur. Oleh karena itu, aku memberi perintah):

1. Ora isa sopo wae, ngungkuli utowo ndhuwuri mungguhing kraton. (Tidak seorang pun boleh melebihi kewenangan keraton (Raja).

2. Ora isa sopo wae mutusake utawa rembugan babagan Mataram, luwih-luwih kalenggahan tatanan Mataram. Kalebu gandheng cenenge karo tatanan pamerintahan. Kang bisa mutusne Raja. (Tidak seorang pun bisa memutuskan atau membicarakan persoalan Mataram. Terlebih berkaitan dengan Raja, termasuk tatanan dan aturan pemerintahannya. Yang bisa memutuskan hanya Raja.

3. Marang sopo wae kang kaparingan kalenggahan, manut karo Raja sing maringi kalenggahan. (Barang siapa yang sudah diberikan jabatan harus mengikuti perintah Raja yang memberikan jabatan).

4. Sing gelem lan ngrumangsani bagian saka alam lan gelem nyawiji karo alam, kuwi sing pantes diparingi lan diparengake ngleksanaake dhawuh lan isa diugemi yaiku: – pangucape isa diugemi -ngrumangsani sopo to sejatine -ngugemi asal usule. – kang gumelar iki wis ono kang noto. Dumadi onolir gumanti ora kepareng dirusuhi. (Siapa saja yang merasa bagian dari alam dan mau menjadi satu dengan alam, dialah yang layak diberi dan diperbolehkan melaksanakan perintah dan bisa dipercaya. Ucapannya harus bisa dipercaya, tahu siapa jati dirinya, menghayati asal-usulnya. Bagian ini sudah ada yang mengatur. Bila ada pergantian, tidak boleh diganggu).

5. Sing disebut tedak turun kraton, sopo wae lanang utowo wedok, durung mesti diparengake ngleksanaake dhawuh kalenggahan. Kang kadhawuhake wis tinitik. Dadi yen ono kang omong babagan kalenggahan Nata Nagari Mataram, sopo wae, luwih-luwih pengageng pangembating projo ora diparengake, lir e kleru utowo luput. (Siapa saja yang menjadi keturunan keraton, laki atau perempuan, belum tentu dianugerahi kewenangan kerajaan. Yang diberi wewenang sudah ditunjuk. Jadi, tidak ada yang diperbolehkan membahas atau membicarakan soal takhta Mataram, terlebih-lebih para pejabat istana, khawatir terjadi kekeliruan).

6. Anane sabdatama, kanggo ancer-ancer parembagan opo wae, uga paugeran kraton, semana uga negara, gunakake undang-undang. (Sabdatama ini dimunculkan sebagai rujukan untuk membahas apa saja, juga menjadi tata cara keraton dan negara, dan berlaku seperti undang-undang).

7. Sabdatama kang kapungkur kawedarake jumbuh anane undang-undang keistimewaan, jumbuh anane perdais dan danais. (Sabdatama yang lalu terkait perda istimewa dan dana istimewa).

8. Yen butuh mbenerake undang-undang keistimewaan, sabdo tomo lan ngowahi undang-undange. Kuwi kabeh dhawuh kang perlu dimangerteni lan diugemi.” (Jika membutuhkan untuk memperbaiki Undang-Undang Keistimewaan, dasarnya sabdatama. Itulah perintah yang harus dimengerti dan dilaksanakan).

.

Sebagaimana yang terjadi pada Sabdatama Sri Sultan HB X pada 10 Mei 2012 yang lalu. Ketika kedudukan Sri Sultan HB X dan Sri Paku Alam XII sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY diusik. Sabdatama yang menyatakan bahwa Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Adipati Pakualam adalah satu dwi tunggal. Mataram merupakan negeri merdeka serta memiliki tatanan hukum ketatanegaraan tersendiri. Seperti yang dikehendaki dan diizinkan, Mataram melingkupi Nusantara mendukung berdirinya negara (RI), namun memiliki aturan dan tata negara tersendiri.

Sabdatama yang menurut para kerabat keraton, sentana praja, maupun abdi dalem disiapkan secara mendadak. Hanya 15 menit saja Sri Sultan HB X menyampaikan amanatnya. Tak ada keterangan lebih lanjut dari beliau. Hal itu menunjukkan bahwa apa yang disampaikan sebenarnya sudah terang benderang. Delapan butir pernyataan (sabdatama) tersebut seolah memberi jawaban atas berbagai polemik yang terjadi akhir-akhir ini.

Polemik yang terjadi diantaranya adalah:

  1. Munculnya kasak-kusuk diantara keluarga dalem tentang suksesi kepemimpinan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Seperti diketahui bahwa lima orang keturunan Sri Sultan HB X kesemuanya adalah perempuan. Secara hirarkis kultural, tentu akan menjadi sulit jika salah seorang dijadikan ‘Ratu’. Sebab salah satu gelar yang melekat pada diri Sultan HB adalah ‘panatagama‘ (pemimpin agama/imam), maka musykil jika seorang imam bagi ummat adalah seorang berjenis kelamin perempuan.
  2. Adanya ‘pengakuan’ KPAA Pakualam IX ‘tandingan’. Tindakan makar yang dilakukan KPH Anglingkusumo yang mengangkat dirinya sebagai KPAA Pakualam IX tandingan. Tentu saja hal tersebut ‘menabrak’ paugeran (tata cara/aturan keraton. Jw.).
  3. Beberapa oknum anggota DPRD Provinsi DIY yang mencoba untuk ‘mengusik’ dana keistimewaan dalam Rencana Perubahan APBD 2014/2015.
  4. Beberapa kritik pedas terhadap pemerintahan provinsi DIY dimana Sri Sultan HB X yang menjabat sebagai Gubernur DIY sekaligus Sultan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ini erat kaitannya dengan dana milyaran yang digunakan untuk keperluan rebranding logo dan semboyan Yogyakarta.
  5. Kasak-kusuk yang berkembang di tingkat pemerintahan dan legislatif pusat tentang ‘revisi’ UU Keistimewaan DIY.

Sabdatama tersebut sekaligus menjadi jawaban tentang polemik yang tak jelas yang santer berkembang. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kekuasaan Sultan HB X bersifat mutlak dan tak dapat diganggu-gugat. Hanya beliau yang dapat memberikan saran, pendapat atau keputusan apapun yang menyangkut dengan ‘kedaulatan’ Provinsi DIY. Utamanya yang berhubungan dengan kekuasaan Sri Sultan HB X sebagai penguasa tlatah Ngayogyakarta Hadiningrat. Pihak luar ataupun kerabat dalem tak memiliki hak untuk memberi keputusan yang berkaitan dengan kekuasaan keraton.

.

#SelamatMalam #SmangatPagi

[Artikel ke-dua Pekan Ke-10 #LBI2015 Tema Bebas.]

4 respons untuk ‘Sabdatama, Sebuah Titah Tak Terbantahkan

Tinggalkan Balasan ke nuzulul Batalkan balasan